Pemerintah melalui Menegpora kembali membuat keputusanblunder terkait pemberian izin pelaksanaan kompetisi sepakbola tandingan bertajuk “Liga Primer Indonesia” , atau lebih populer dengan sebutan LPI.
Maklum saja karena pembukaan kompetisi sepakbola yang dihelat di Stadion Manahan, Solo, dengan mempertemukan tuan rumah Solo FC versus Persema Malang dan berakhir dengan keunggulan Persema 5-1 beberapa kemarin, menjadi momentum yang memilukan bagi dunia olahraga tanah air.
Khususnya bagi induk organisasi olahraga nasional yang selama ini terus berupaya membina dan mengembangkan cabang olahraga yang dibawahi. Pasalnya, bukan tidak mungkin apa yang dilakukan LPI bisa diikuti, sehingga muncul turnamen atau pun kompetisi tandingan tanpa harus melalui persetujuan dari induk organisasi bersangkutan.
Bisa dibayangkan, apa jadinya nasib olahraga nasional secara keseluruhan sekiranya setiap orang atau kelompok tertentu bisa menggulirkan kompetisi tanpa harus meminta persetujuan dari induk organisasi yang ada. Selama hal itu bisa menguntungkan dari segi bisnis.
Dengan begitu, sulit bagi kita untuk melihat kualitas dari turnamen maupun kompetisi yang digulirkan. Kenapa? Karena unsur prestasi sudah menjadi nomor sekian. Hal yang paling utama adalah unsur politik yang dibungkus dengan baju bisnis dan perubahan, sehingga menambrak aturan pun tidak masalah.
“Saat ini kami tidak dalam kondisi untuk meminta persetujuan lagi kepada PSSI, karena sudah mendapat pengesahan dari pemerintah melalui BOPI [Badan Olahraga Profesional Indonesia],” tutur Humas LPI, Abi Hasantoso, dalam wawancara dengan sebuah stasiun radio swasta nasional beberapa saat lalu.
Pada kesempatan ini, Abi juga menegaskan bahwa kompetisi yang mereka gelar jauh lebih profesional dan bermutu dari yang dijalani PSSI selama ini, karena sama sekali tidak menggunakan dana APBD [Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah] untuk mendanai klub, seperti yang dilakukan sebagian besar klub sepakbola di tanah air saat ini.
Untuk sisi anggaran dana klub sepakbola, pernyataan pria yang menjadi juru bicara LPI ini ada benarnya. Tapi untuk memastikan kompetisi LPI jauh lebih baik dari yang ada sepertinya masih harus dilihat. Terlalu dini untuk mengklaim kompetisi LPI jauh lebih baik , karena baru menggulirkan satu pertandingan.
Masih ada puluhan dan bahkan ratusan laga yang harus dilihat ke depan untuk bisa menjatuhkan vonis bahwa kompetisi LPI memang lebih baik dari yang digulirkan PSSI saat ini. Terlebih jika melihat persiapan tim-tim yang akan tampil.
Pasalnya, selain tiga tim Superliga yang membelot, yakni Persema Malang, PSM Makassar, maupun Persibo Bojonegoro, dan juga Persebaya Surabaya yang memang sejak awal sudah memastikan akan tampil di LPI, serta Batavia Union yang nota bene mantan pemain Persitara yang terdegradasi ke divisi utama musim lalu, praktis semua tim terbilang baru.
Bahkan tim-tim tadi bisa dikatakan “gurem” karena selain tidak pernah terdengar, sejumlah pemain yang menghuni skuad tim tersebut pun bukan jebolan kompetisi elit di tanah air. Dalam artian, jangankan berkompetisi di kasta tertinggi sepakbola nasional, di level divisi utama saja sebagian besar dari mereka belum pernah.
Fakta lain yang bisa dijadikan acuan dalam kapasitas kompetisi profesional yang gadang-gadang LPI adalah adanya sebuah tim yang 90 persen pemainnya adalah anggota Tentara Nasional Indonesia [TNI]. Belum lagi dengan tidak adanya sistem promosi dan degradasi yang ditetapkan LPI, sehingga sulit diterima akal sehat jika dikatakan kompetisi LPI adalah yang terbaik di tanah air .
Meski begitu, patut kita tunggu bagaimana kelanjutan dari kompetisi yang digulirkan pengusaha kondang Arifin Panigoro tersebut. Apakah bisa bertahan hingga akhir kompetisi atau justru putus di tengah jalan? Semuanya masih harus dilihat.
Satu hal yang membuat kening kita bisa mengkerut adalah munculnya selentingan berita bakal adanya sanksi dari federasi sepakbola dunia [FIFA], yang sudah pasti akan berujung pada kerugian besar pada sepakbola nasional.
Kenapa? Karena jika saja sanksi itu benar, artinya timnas sepakbola kita tidak akan bisa berpartisipasi di ajang internasional, termasuk dua even yang sedang dihadapi, yakni SEA Games 2011 maupun Pra Olimpiade.
Sangat tragis dan memilukan memang, karena Indonesia akan menjadi tuan rumah SEA Games mendatang. Belum lagi, saat ini PSSI melalui Badan Tim Nasional [BTN] dan di bawah pantauan pelatih Alfred Riedl tengah menggelar seleksi pemain timnas U-23 untuk menghadapi dua even internasional tersebut.
“Saat ini kami tidak dalam kondisi untuk meminta persetujuan lagi kepada PSSI, karena sudah mendapat pengesahan dari pemerintah melalui BOPI [Badan Olahraga Profesional Indonesia],” tutur Humas LPI, Abi Hasantoso, dalam wawancara dengan sebuah stasiun radio swasta nasional beberapa saat lalu.
Pada kesempatan ini, Abi juga menegaskan bahwa kompetisi yang mereka gelar jauh lebih profesional dan bermutu dari yang dijalani PSSI selama ini, karena sama sekali tidak menggunakan dana APBD [Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah] untuk mendanai klub, seperti yang dilakukan sebagian besar klub sepakbola di tanah air saat ini.
Untuk sisi anggaran dana klub sepakbola, pernyataan pria yang menjadi juru bicara LPI ini ada benarnya. Tapi untuk memastikan kompetisi LPI jauh lebih baik dari yang ada sepertinya masih harus dilihat. Terlalu dini untuk mengklaim kompetisi LPI jauh lebih baik , karena baru menggulirkan satu pertandingan.
Masih ada puluhan dan bahkan ratusan laga yang harus dilihat ke depan untuk bisa menjatuhkan vonis bahwa kompetisi LPI memang lebih baik dari yang digulirkan PSSI saat ini. Terlebih jika melihat persiapan tim-tim yang akan tampil.
Pasalnya, selain tiga tim Superliga yang membelot, yakni Persema Malang, PSM Makassar, maupun Persibo Bojonegoro, dan juga Persebaya Surabaya yang memang sejak awal sudah memastikan akan tampil di LPI, serta Batavia Union yang nota bene mantan pemain Persitara yang terdegradasi ke divisi utama musim lalu, praktis semua tim terbilang baru.
Bahkan tim-tim tadi bisa dikatakan “gurem” karena selain tidak pernah terdengar, sejumlah pemain yang menghuni skuad tim tersebut pun bukan jebolan kompetisi elit di tanah air. Dalam artian, jangankan berkompetisi di kasta tertinggi sepakbola nasional, di level divisi utama saja sebagian besar dari mereka belum pernah.
Fakta lain yang bisa dijadikan acuan dalam kapasitas kompetisi profesional yang gadang-gadang LPI adalah adanya sebuah tim yang 90 persen pemainnya adalah anggota Tentara Nasional Indonesia [TNI]. Belum lagi dengan tidak adanya sistem promosi dan degradasi yang ditetapkan LPI, sehingga sulit diterima akal sehat jika dikatakan kompetisi LPI adalah yang terbaik di tanah air .
Meski begitu, patut kita tunggu bagaimana kelanjutan dari kompetisi yang digulirkan pengusaha kondang Arifin Panigoro tersebut. Apakah bisa bertahan hingga akhir kompetisi atau justru putus di tengah jalan? Semuanya masih harus dilihat.
Satu hal yang membuat kening kita bisa mengkerut adalah munculnya selentingan berita bakal adanya sanksi dari federasi sepakbola dunia [FIFA], yang sudah pasti akan berujung pada kerugian besar pada sepakbola nasional.
Kenapa? Karena jika saja sanksi itu benar, artinya timnas sepakbola kita tidak akan bisa berpartisipasi di ajang internasional, termasuk dua even yang sedang dihadapi, yakni SEA Games 2011 maupun Pra Olimpiade.
Sangat tragis dan memilukan memang, karena Indonesia akan menjadi tuan rumah SEA Games mendatang. Belum lagi, saat ini PSSI melalui Badan Tim Nasional [BTN] dan di bawah pantauan pelatih Alfred Riedl tengah menggelar seleksi pemain timnas U-23 untuk menghadapi dua even internasional tersebut.
Judul: Akankah Olahraga lain akan ikut juga seperti LPI?
Rating: 100% Reviewed by Ahmad Jamaluddin. 7 user reviews.
Ditulis Oleh 13.11
Rating: 100% Reviewed by Ahmad Jamaluddin. 7 user reviews.
Ditulis Oleh 13.11
0 komentar:
Posting Komentar